psikologi sains

wacana saling bertukar pikiran dan berbagi ilmu

Saturday, January 21, 2012

Latar Belakang Penelitian Pengaruh Meditasi Terhadap Tingkat Kecemasan Remaja Menghadapi Menstruasi



     Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan- harapan baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. (IDAI,2008 ; Nur,2010) sehingga dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikososialnya. Karena itu seringkali terjadi ketidak-seimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap cemas. Kecemasan sebagai salah satu bentuk dampak perubahan psikis yang dialami hampir setiap remaja.
     
  Biasanya kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap suatu yang menekan, dan karena itu berlangsung sebentar (Ramaiah, 2003). Kecemasan bisa berpengaruh buruk pada seseorang jika frekuensi timbulnya sering kali. Kecemasan dapat timbul dengan sendirinya atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Kecemasan suatu keadaan emosional yang ditandai oleh rangsangan fisiologis, perasaan-perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan ketakutan, persangkaan (firasat) serta perasaan ngeri terhadap masa depan (Semiun, 2006).
       Dampak tersebut dapat mencakup fisik maupun psikis, dari segi fisik akan berpengaruh pada penurunan kondisi kesehatan secara umum, meliputi gangguan denyut jantung, peredaran darah, gangguan pernafasan, sistem daya tahan tubuh, sistem metabolisme dan seterusnya. Sedangkan dari segi psikis dapat memunculkan gejala-gejala tingkah laku seperti adanya kecenderungan menarik diri dari kehidupan social, berhalusinasi, berfantasi, menutup diri, bermuram durja, pesimis, merasa tidak bahagia, cemas, depresi, merasa tidak dicintai, stress, kesulitan berkosentrasi, agresif dan bertemperamen panas.
       Gangguan kecemasan pada umumnya adalah suatu kondisi penyebab kegelisahan atau ketegangan yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan secara berlebihan sering kali  tanpa ada factor pemicunya. Kecemasan sendiri lebih sering dialami wanita daripada pria (Ramaiah, 2006). Perempuan lebih mengkhawatirkan keluarganya, kebutuhan pribadinya, kesehatan dirinya dan berbagai isu (misalnya dalam dunia kerja dan mode) (Brown. L, 2006). Silverman (dalam Brown. L, 2006) juga mengatakan bahwa perempuan dilaporkan lebih mencemaskan hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, teman-teman sekelas dan penampilan. Myers mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidak-mampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitive (Myers, 1983 ; Trismiati, 2004). Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan (Myers, 1983 ; Trismiati, 2004).
       Individu yang mengalami ancaman kecemasan senantiasa hidup dengan rasa takut terkena malapetaka serta kuatir dalam sebagian besar aspek kehidupannya baik meliputi kesehatan, uang, pekerjaan, kelurga dan sebagainya. Mungkin juga akan terjadi kepanikan akut berulang kali dengan gejala yang lebih parah. Gejala-gejala gangguan kecemasan secara umum antara lain  senantiasa diliputi ketegangan, rasa was-was yang sifatnya tidak menentu (diffuse unessinnes), terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, sering merasa tidak mampu, minder, depresi serba sedih, sulit kosentrasi dan mengambil keputusan, serba takut salah, rasa tegang menjadikan yang bersangkutan bersikap tegang-lamban yakni bereaksi secara berlebihan  terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba atau yang tidak diharapkan dan selalu melakukan gerakan neurotic tertentu, seperti mematahkan kuku jari, mendeham dan sebagainya, adanya keluhan otot tegang khususnya bagian leher dan sekitar bagian atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering buang air kecil, dan gangguan tidur berupa insomnia atau mimpi buruk, mengeluarkan keringat dan telapak tangan sering basah , sering berdebar-debar dan tekananan darahnya tinggi, sering mengalami gangguan pernafasan dan berdebar-debar tanpa sebab yang jelas, sering mengalami anxiety attacks atau tiba-tiba cemas tanpa sebab yang jelas (Supratiknya, 2006).
       Menstruasi merupakan salah satu permasalahan yang penting pada remaja putri. Hal tersebut menunjukan bahwa siklus masa subur pada wanita sudah dimulai. Menarche adalah saat pertama kali remaja mengalami menstruasi dan salah satu perubahan yang penting untuk menjadikan kematangan remaja memasuki masa puber (Stainberg,2002). Kedatangan Menarche sering kali dianggap remaja sebagai suatu penyakit, sehingga Menarche pada remaja putri dapat menimbulkan kecemasan (Dariyo,2004;Hardiningsih,2009), ini disebabkan oleh kesiapan mental, kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait menarche, dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Ferry, 2007, Hardiningsih;2009). Selain itu juga mengalami depresi dan mudah tersinggung sebelum dan selama proses menstruasi (Hillary, 1988). Riset lain juga menemukan bahwa wanita mengalami kecemasan yang tinggi, bermusuhan atau depresi saat pada periode menstruasi daripada hari-hari lainnya (e.g. Golub,1976 ; Paige,1971 ; Hilary,2002). 
           Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Karena dalam siklus menstruasi sendiri banyak ditemui gangguan-gangguan yang sifatnya traumatis, salah satunya rasa sakit akibat menstruasi yang sangat menyiksa karena nyerinya luar biasa menyakitkan (Dismenorea). Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-jangkit biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya. Selama dismenorea, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat menstruasi (Robert dan David; 2004, Nur;2010).
    Pada remaja putri menarche (menstruasi pertama) rata-rata usia 8-14 tahun, sehingga tahun tahun pertama pola siklus haid tidak teratur. Hal itu dikarenakan belum teraturnya siklus hormon seksual sebab estrogen pada permulaan menstruasi sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanda sex sekunder. (Chandranita;2009).
    Menurut Dariyo (dalam Hardiningsih;2009) terdapat 2 jenis reaksi remaja putri terhadap datangnya menarche yaitu :
a. Reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja putri ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi.
b. Reaksi positif yaitu remaja putri yang mampu memahami, menghargai dan menerima adanya menarche sebagai tanda kedewasaan seorang wanita.

       Reaksi cemas sebenarnya merupakan hal yang wajar bagi seseorang karena kecemasan itu sendiri bisa membangun dan merugikan. Jika kecemasan tersebut dapat mendorong seseorang kearah positif maka dapat dikatakan berguna sedangkan jika kecemasan tersebut menyebabkan penderitaan maka akan menimbulkan kerugian. Untuk menghilangkan kecemasan bagi kebanyakan orang yaitu berusaha meninggalkan sumber dari kecemasan tersebut. Kelihatannya memang solusi yang sangat mudah akan tetapi dalam kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Penggunaan obat-obatan memang dapat membantu tapi hanya sementara dan sifatnya tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi seseorang (O’connor, 2005)
       Penelitian mengenai kecemasan juga pernah dilakukan menggunakan terapi sistematis Desensitiasi (SD) modifikasi perilaku yang menggunakan metode pengkondisian  dalam mengatasi kecemasan seseorang, yakni mendapatkan rasa relaksasi untuk mendominasi atas perasaan takut dan kecemasan untuk sistuasi tertentu yang mengancam dalam kehidupan seseorang (Egbochuku, 2005). Penelitian serupa mengenai pengaruh pelatihan meditasi juga pernah dilakukan di lakukan dan terbukti secara efektif mampu menurunkan tingkat kecemasan (Afandi, 2007). Penelitian lain tentang meditasi dalam bentuk baru yaitu meningkatkan kesadaran seseorang (Maindfulness Base Cognitive Therapy) mampu menurunkan depresi tingkat tinggi (D. Teasdall,2000). Riset  menggunakan meditasi mantra Islam ternyata efektif dalam menurunkan tingkat agretivitas (Wahsun,2005). Herbert Benson juga melaporkan bahwa penggunaan Meditasi ini mampu membuat pasiennya yang semula mempunyai tingkat kecemasan tinggi atau pasien yang tingkat depresi rendah hingga menengah menjadi lebih rendah lagi tingkat kcemasan, depresi, kemarahan dan sikap bermusuhannya (O’connor,2005).
       Sebuah penelitian yang dikutip dari Health Magazine tahun 1995 wanita-wanita dengan syndrome pramentruasi kronis mengalami penurunan hingga 58% dari gejala yang mereka rasakan setelah menjalani terapi meditasi (Sindhu, 2009). Manifestasi klinis syndrome pramenstruasi dapat berupa penuhnya payudara dan terasa nyeri, bengkak, kelelahan, sakit kepala, peningkatan nafsu makan, iritabilitas dan ketidakstabilan perasaan dan depresi, kesulitan dalam kosentrasi, keluar air mata dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan (Behrman, Kliegman and Arvin;2000)
      Disini jelaslah unsur meditasi dalam bentuk apapun baik pendekatan mistik, semi Transcedental Meditation ataupun sufi hingga bentuk meditasi yang dikembangkan oleh ilmuwan sekarang yaitu pengembangan kesadaran diri kesemuanya sangat berperan dalam mengatasi kecemasan  seseorang, Meditasi sendiri diyakini mampu berperan dalam mencapai kesehatan yang lebih baik.  Meditasi merupakan jembatan yang menghubungkan konsep pemahaman kemampuan spiritual dengan ilmu kedokteran. Kedua konsep tersebut tidaklah bertentangan. Pengetahuan spiritual berpandangan bahwa kekuatan manusia yang tertinggi yang mengatur mind dan body dalam otak. Sedangkan ilmu psikiatri modern mengajarkan kemampuan manusia yang tertinggi terletak pada otak yang mengatur fisik dan mental. Iskandar (2008) meditasi adalah latihan olah jiwa yang dapat menyeimbangkan fisik, emosi, mental, dan spiritual seseorang.
       Secara medis dapat dikatakan bahwa meditasi yang dilakukan secara teratur akan merangsang tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri. Dalam studinya Richard Davidson dan Jon Kabat-Zinn mengatakan bahwa terapi meditasi dapat mempengaruhi kekebalan tubuh (Haynes dan Zabel ; 2004). Dengan meditasi dimungkinkan terjadinya hemeostatik atau keseimbangan dalam otak.  Hipotalamus sebagai sentral otak akan bereaksi untuk meningkatkan fungsi kerja hormon. Dalam kondisi dan keadaan yang demikian antibodi tubuh akan bekerja secara optimal.
       Sedangkan pada siklus haid menunjukan adanya interaksi kompleks antara hipotalamus, kelenjar pituitary, ovarium dan endometrium (Hacker, 2001; Suwarni,2009). Pada kondisi gangguan menstruasi pada remaja meditasi dapat dijadikan salah satu terapi mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul saat mengalami menstruasi, karena rileksasi ini mampu memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri (Arifin;2010, Nur;2010).
       Pada dasarnya meditasi bisa dilakukan oleh siapa saja. Praktek meditasi adalah proses mengubah diri untuk mempelajari cara kerja batin dan bagaimana pikiran serta emosi membentuk persepsi. Saat ini, meditasi diajarkan dan dipraktekkan di rumah sakit untuk meringankan stres dan mengatasi rasa sakit kronis. Meditasi juga dapat digunakan untuk mengembangkan kualitas tertentu, seperti kasih sayang atau kebijaksanaan, juga mengatasi masalah-masalah spesifik tertentu seperti pola emosional yang destruktif, sakit yang kronis dan masalah hubungan antar relasi. Inti dari meditasi ialah untuk tidak melarikan diri dari masalah namun melihat bahwa segala sesuatu yang kita alami dapat diubah menjadi sumber suka cinta melalui latihan meditasi. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan University of Wisconsin di Madison menunjukkan bahwa meditasi mengaktifkan bagian otak yang terkait dengan emosi positif (Haynes dan Zabel ; 2004)
Atas dasar hal tersebut peneliti mencoba mencari salah satu solusi yang bisa digunakan dalam mengatasi gangguan kecemasan remaja menghadapi menstruasi, yakni terapi meditasi. Terapi ini menekankan sugesti diri sekaligus mewujudkan kedalam bentuk realitas kehidupan seseorang, baik itu dari segi fisik maupun psikis. Disamping itu alasan lain penggunaan terapi ini dalam hal kemudahan pelaksanaannya serta memiliki banyak manfaat, salah satunya meredam kecemasan seseorang. Herbert Benson dan Meriam Z. Klipper (2000) terapi ini mampu menghilangkan kelelahan dan membantu seseorang dalam menghadapi kecemasan, meredakan stress yang dapat menimbulkan tekanan darah tinggi, pengerasan pembuluh darah, serangan jantung dan stroke, mengurangi kecenderungan merokok, minum, melayang bersama obat-obatan, dapat digunakan untuk membantu seseorang tidur nyenyak, membuat seseorang lebih waspada sehingga mampu memusatkan perhatiannya pada hal-hal penting, mampu menegaskan kembali manfaat meditasi dan doa dalam kehidupan sehari-hari, dapat dihadiri tanpa membutuhkan kelas ataupun kuliah, dapat digunakan dimanapun, bahkan selama dalam perjalanan kerja, tidak memiliki efek samping. 
Pendapat lain juga dikemukakan bahwa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain yaitu psikoterapi, terapi relaksasi, meditasi dan obat-obatan (Ramaiah, 2006). Jelaslah sudah berdasarkan teori keilmuan dan manfaat yang diuraikan diatas maka meditasi dapat digunakan sebagai salah satu strategi membantu seseorang mengatasi  kecemasan seseorang.
Berangkat dari uraian diatas peneliti berkeinginan untuk membuktikan kesesuaian teori dengan kenyataan dilapangan, yakni menerapkan terapi meditasi dalam menurunkan tingkat kecemasan remaja menghadapi masa menstruasi. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut peneliti lebih mencoba menspesifikasikan subyek penelitian terbatas pada populasi yang kecil karena pada rentang usia tersebut tidak semua siswa sudah mengalami menstruasi. Sehingga harapan ke depan peneliti yang lain mampu mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dengan mengambil subyek penelitian yang lebih besar dan rentang umur yang lebih panjang

Peneliti : Dwi Atmaja, MPsi (2011) melakukan riset pada sebuah sekolah berbasis agama di wilayah Surabaya, Indonesia.

No comments: