psikologi sains

wacana saling bertukar pikiran dan berbagi ilmu

Thursday, December 1, 2011

Pemasaran Internasional dalam matakuliah Kapita Salekta

PEMASARAN INTERNASIONAL

oleh Profesor Kabul Santoso


Latar Belakang Memasuki Pasar Global
Dewasa ini, menjelang milenium versi abad ke 20 terhampar dasawarsa sangat penting dalam sejarah peradapan, suatu periode inovasi teknologi yang mempesona, peluang ekonomi yang belum terjadi, reformasi politik dan kelahiran kembali kultur dunia.

Megatrend milinial yang menuju abad ke 21, diduga ada 10 trend terpenting yang menaungi dan mempengaruhi kehidupan umat manusia (John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1990) yaitu: (1) boom ekonomi global tahun 1990-an, (2) remains dalam seni; (3) munculnya sosialisme pasar bebas; (4) gaya kebangkitan teoi Pasifik; (7) dasawarsa wanita dalam kepemimpinan; (8) abad biologi; (9) kebangkitan agama milinium baru; (10) kejayaan individu.

Dalam boom ekonomi global, sumberdaya manusia adalah sisi kompetitif bagi perusahaan maupun negara. Dalam hal ini Amerika Serikat adalah merupakan negara yang memiliki posisi yang paling baik di antara negara-negara lain di dunia, karena negara tersebut memiliki kultur campuran yang paling kaya, yaitu satu kekayaan yang menghasilkan kreativitas dan inovasi yang sangat tinggi. Sementara itu import Amerika terbesar adalah manusia yang pada saatnya nanti akan menjadi sisi kompetitif dalam ekonomi global.
Pada saat-saat boom ekonomi global menyambut milinium abad ke 21, negara-negara maju dan berbagai negara lainnya tumbuh berkembang mengikuti perkembangan ekonomi global tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan negara-negara tersebut memerlukan berbagai alat analisis yang dapat dipergunakan untuk membahas perubahan-perubahan dunia yang cepat, alat analisis ekonomi tersebut termasuk ekonomi internasional dan pemasaran internasional. Bidang studi ekonomi internasional dan pemasaran internasional diharapkan mampu dipergunakan untuk membahas berbagai peristiwa di masa depan.
Peristiwa dunia yang diduga dapat mewarnai ekonomi dan pemasaran internasional adalah: (1) peningkatan impor Amerika Serikat dan Proteksionisme; (2) gerakan berputar dolar; (3) mengubah tirai tortilla dan (4) krisis hutang dunia.
Dari empat peristiwa tersebut nampak jelas bahwa ekonomi dan pemasaran internasional menjadi bidang studi yang terpisah. Levitt’s(1983), juga mengatakan bahwa salah satu trends yang sangat signifikan pada 3 dekade yang terakhir adalah globalisasi pasar. Semakin meningkatnya isolasi dan proteksi pasar telah mendorong ditransformasikannya pada pasar global, membuka persaingan dari perusahaan-perusahaan luar negeri. Perusahaan berusaha mencari peluang pasar dan keuntungan di luar negeri yang lebih cenderung pada pasar bebas.
Batas kenegaraan seringkali terbukti hanya sebagai batas artifikal saja, bukan lagi sebagai batas nyata dalam perdagangan internasional. Arus produk (barang, jasa dan ide) dan sumberdaya (modal dan sumberdaya manusia) menyeberang melakukan ekspansi ke berbagai wilayah sebagai gejala umum. Ledakan perdagangan internasional ini telah meningkatkan dampak pada gaya hidup orang, pendapatan dan tata nilai konsumen seperti halnya yang terjadi pada struktur ekonomi dengan persaingan secara umum.
Gejala globalisasi ekonomi mendorong semakin ketatnya persaingan bisnis serta era baru internasionalisasi bisnis dan globalisasi pemasaran. Berdasarkan alasan-alasan tersebut menyebabkan pemasaran internasional atau juga dikenal dengan Global Marketing menjadi sangat penting di masa-masa mendatang.
Suatu perusahaan memasuki pasar internasional, antara lain disebabkan (1) pasar didalam negeri mengalami stagnasi atau tidak mampu menyerap hasil produksi dalam negeri; (2) pasar domestik kurang memadai lagi karena munculnya era baru, yaitu internasionalisasi bisnis dan globalisasi pemasaran yang memandang dunia sebagai pasar tunggal; (3) peluang pasar internasional cukup besar; (4) komitmen internal perusahaan atau pemerintah menghendaki perusahaan-perusahaan memasuki pasar internasional; (5) melindungi dan menjaga reputasi atau citra merk dagang perusahaan di luar negeri; (6) mendapatkan volume penjualan dan laba yang lebih tinggi melalui penurunan biaya perunit; (7) memanfaatkan bahan baku, komponen atau barang jadi dengan biaya lebih rendah karena ekses suplai tenaga kerja, energi dan input-input lainnya di luar negeri.
Beberapa syarat keharusan yang harus dipenuhi untuk memasuki pasar internasional atau global marketing adalah: sumberdaya yang dimiliki perusahaan harus kompetitif, selain itu produk yang dihasilkan oleh perusahaan itu memiliki keunggulan komperatif sehingga mampu bertahan dan tumbuh di pasar internasional dalam jangka panjang.
Murphy dan Enis (1985) memberikan batasan tentang Bisnis Internasional mengacu pada aktivitas bisnis yang melibatkan pemindahan produk dan sumberdaya melintas wilayah kenegaraan. Pada dasarnya karakteristik dasar yang membedakan bisnis internasional dengan bisnis domistik adalah pelibatan dua atau lebih negara (Cavusgil dan Nevil, 1981). Secara alami bisnis antar negara memimpin perusahaan-perusahaan untuk saling berhadapan dengan pelanggan, pedagang perantara dan politisi yang menetukan di negara lain. Saling berhadapan ini seringkali membuat bisnis internasional rumit, tidak kekeluargaan dan mengandung resiko yang tinggi.
Pemasaran Internasional adalah suatu kegiatan bisnis yang dilakukan dengan melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara, mengatur distribusi berbagai produk (multi produk) dan berbagai sumberdaya (multi resources) kepada konsumen diberbagai negara (multi nasional) sebagai sasaran pasar.
Sebagai contoh tulisan Yoshihara Kunio (1987) mengutip dari Far Eastern Economic Review yang menulis:” Kalau kita harus memilih satu factor penyebab pertumbuhan perekonomian Jepang yang luar biasa sejak Perang Dunia II, tidak akan diragukan lagi bahwa faktornya adalah keahlian tanpa tanding dari bangsa itu dalam perdagangan luar negeri. Di pusat jaringan sedunia dari operasi perdagangan, pemasaran dan keuangan ini, berdirilah sembilan sogo shosha (perusahaan perniagaan umum) raksasa yang memainkan perdagangan internasional Jepang yang kompleks dan beragam.”
Salah satu sogo shosha dari 30 sogo shosha rangking atas, yang menempati rengking pertama di Jepang sejak tahun 1971 adalah Mitsubishi Shoji yang mengubah nama dari Mitsubishi Shoji Trading Co menjadi Mitsubishi Corp. karena dirasakan bahwa kegiatan-kegiatan yang ada sekarang tidak lagi terceminkan oleh nama yang lama. Perusahaan ini tidak saja bergerak dalam perdagangan umum, melainkan juga bergerak dalam industri ringan, perkapalan, turisme, asuransi, bank dagang, leasing, real estate, pengembangan sumberdaya, keteknikan dan konstruksi.
Ekonomi global-satu pasar- berhasil apabila memiliki perdagangan bebas sepenuhnya di antara bangsa-bangsa, persis seperti yang dimiliki di dalam negara bangsa itu sendiri. Sulit diidetifikasi apa ada ketidakseimbangan perdagangan antara Frankfurt dan Dusseldorf, antara Tokyo dan Osaka, antara Dever dan Dallas, seperti halnya tidak akan diketahui apa yang terjadi pada saatnya antara Amerika Serikat dan Jepang.
Naisbitt dan Aburdene (1990) menunjuk (1) persetujuan tahun 1988 antara Amerika Serikat dan Kanada untuk menghapuskan semua penghalang perdagangan yang merupakan langkah raksasa. Persetujuan serupa dilakukan antara Meksiko dengan negara-negara di Amerika Utara, sehingga Amerika Utara menjadi suatu Zona perdagangan bebas yang sangat besar; (2) Tahun 1992 perdagangan antara dua belas negara Masyarakat Ekonomi Eropa yang akan meruntuhkan semua penghalang perdagangan; (3) Persetujuan perdagangan bebas antara Australia dan Selandia Baru yang berlaku mulai bulan Desember 1988; (4) Brazil dan Argentina juga sedang menyusun perdagangan bebas; (5) Musim gugur tahun 1988 persetujuan perdagangan bebas antara Amerika Serikat dan Jepang.
Keseluruhannya ini memberikan suatu deskripsi tentang liku-liku perilaku satu perusahaan yang mengalami kelambanan pemasaran di dalam negeri berupaya untuk mengembangkan usahanya di luar negeri dengan cara merebut pangsa pasar (market share) produk sejenis di luar negeri dari pesaing-pesaingnya.
Oleh karena itu tidak berlebihan suatu pernyataan Ries dan Trout (1991) yang mengemukakan bahwa buku pemasaran terbaik tentang pemasaran tidak ditulis oleh professor dari Harvard. Juga bukan oleh alumnus General Motors, General Electric ataupun oleh Procter dan Gamble. Menurut mereka buku terbaik tentang pemasaran ditulis oleh pensiunan Jendral Prussia, Karl Von Clausewitz. Dengan judul Di Medan Perang (On War). Clausewitz adalah seorang filsuf perang yang akbar. Ide dan konsepnya digunakan lebih dari 150 tahun. Sekarang ini, On War dikutip secara meluas di tempat-tempat seperti West Poit, Sandhurst dan St. Cyr serta Akabri Magelang. Pernyataan Karl van Clausewitz yang terkenal : Perang adalah milik daerah persaingan bisnis, yang juga merupakan konflik kepentingan dan kegiatan manusia.
Sekarang ini, untuk mencapai sukses, perusahaan harus berorientasi pada pesaing (competitor oriented). Perusahaan harus mencari titik-titik lemah posisi para pesaingnya dan kemudian memulai serangan pemasaran terhadap kelemahan itu.
Pada dasarnya pemasaran dengan orientasi strategic berusaha mencari peluang usaha , setelah itu memobilisasikan segala sumberdaya perusahaan yang diarahkan untuk memanfaatkan peluang agar memiliki keunggulan komperatif dalam jangka panjang. Keunggulan komperatif ini akan terjadi apabila perusahaan memiliki sumberdaya manusia yang memiliki keahlian khusus dan berbagai keunggulan sumberdaya lainnya. Keunggulan sumberdaya tersebut perlu diubah menjadi keunggulan posisional, sehingga konsumen menilai perusahaan tersebut memang memiliki citra yang baik dan memiliki keunggulan.
Formulasi strategi mencakup penentuan visi, misi, falsafah, tujuan etika bisnis perusahaan yang diintegrasikan dengan analisis lingkungan, baik internal dalam negeri maupun dengan negara sasaran. Tahap formulasi strategi ini meliputi juga pemilihan produk andalan yang kompetitif dipasaran internasional, sekaligus memilih negara sasaran.
Implementasi strategi dilakukan untuk mengoperasionalkan strategi yang telah diformulasikan. Implementasi strategi dimaksudkan untuk menciptakan keunggulan posisional melalui system implementasi strategi yang meliputi kualitas taktik, program, prosedur dan anggaran. System implementasi strategi didukung dengan kejelasan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, kebijakan yang menunjang strategi, penentuan waktu dan memilih alternatif yang tepat, disertai keberanian menanggung resiko. Implementasi strategi ini dapat tercermin melelui strategi produk, strategi harga, strategi promosi dan strategi distribusi dalam pemasaran internasional. Evaluasi strategi dilakukan dengan membandingkan standart dengan performansi actual. Bila terjadi ketidak sesuaian atau penyimpangan dilakukan perubahan atau perbaikan seperlunya baik dalam formulasi strategi, implementasi strategi maupun terhadap performansi actual itu sendiri. Hasil evaluasi ini menjadi umpan balik untuk strategi berikutnya.

Elemen-Elemen Pemasaran Internasional.
Pemasaran internasional mempunyai elemen-elemen yang berbeda dengan pemasaran domestik, berdasarkan elemen-elemen sebagai berikut:

(Tabel tidak dapat ditampilkan)

Pemahaman perbedaan antara pemasaran domestik dalam pemasaran internasional ini dapat dicontohkan antara lain pasar tembakau, yang sedang mengalami perang pasar dengan kampanye anti rokok/cerutu.
Keseluruhannya itu memberikan suatu deskripsi tentang liku-liku perilaku satu perusahaan yang mengalami kelambanan pemasaran di dalam negeri berupaya untuk mengembangkan usahanya di luar negeri dengan cara merebut pangsa pasar (market share) produk sejenis di luar negeri dari pesaing-pesaingnya.
Sekarang ini, untuk mencapai sukses, perusahaan harus berorientasi pada pesaing (kompetitor oriented). Perusahaan harus mencari titik-titik lemah posisi oara pesaingnya dan kemudian mulai serangan pemasaran terhadap kelemahan itu.


Alternatif Memasuki Pasar Global
Dalam hal memasuki pasar global ada tiga macam options yang dipilih, yaitu: eksporting (produksi di dalam negeri, dijual ke luar negeri), join venturing, (bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri) dan direct investment (inventasi langsung di luar negeri).

Eksportir
Cara yang paling mudah untuk masuk ke pasar internasioanal mengatur penjualan produk yang ada di luar negeri. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: langsung: mengatur kontak-kontak penjualan dengan pembeli atau importir luar negeri; tidak langsung: menggunakan jasa perantara luar negeri.
Eksport tidak langsung (indirect export ), merupakan cara yang paling popular untuk perusahaan baru memulai beroperasi secara internasional, karena biaya investasinya rendah dan resiko yang ditanggung relatif rendah.
Dalam cara ini dapat diketemukan tiga macam kegiatan perantara luar negeri, yaitu:
a) Domestic Based Export Merchant : membeli produk dan menjual di pasar negaranya atas beban mereka sendiri.
b) Domestic Based Export Agent : menerima produk dan menjual di pasar negaranya atas dasar komisi.
c) Cooperative Organization : menerima produk dan mendistribusikan pada jaringan koperasi di negaranya di bawah pengendalian perusahaan yang bekerja sama atas dasar system bagi untung.
Export langsung (Direct Export). Biasanya melakukan kegitan penjualan secara langsung kepada para pembeli/importir di luar negeri tanpa melalui perantara. Hal ini bisa terjadi karena pasar di luar negeri mengalami pertumbuhan yang cukup besar, sehingga cukup menarik bagi perusahaan untuk mengadakan kegiatan export secara langsung. kegiatan ini cukup besar resikonya, namun hasil usahanya juga cukup besar. Dalam cara ini dapat ditemukan dalam beberapa bentuk kegiatan, antara lain:
a) Domestic Export Based Depatment : menjual produk perusahaan di pasar luar negeri dan memberikan bantuan dalam bidang periklanan, kredit, ogistik, dsb. Bagi jaringan distribusinya atas nama perusahaan.
b) Overseas Sales Branch; merupakan cabang jaringan distribusi dalam dari perusahaan yang ada di luar negeri. Selain mendistribusikan barang, maka kegiatan overseas ini meliputi juga pergudangan/ penyimpanan dan promosi.
c) Travelling Export Distributor of Agent: menjual produk perusahaan pada jaringan distribusi perantara luar negeri, baik dengan cara membeli produk itu terlebih dahulu (distributor) maupun dengan cara komisi (agent).

Joint Venturing
Cara kedua yang digunakan dalam rangka memasuki pasar internasional adalah bekerja sama dengan perusahaan lain di luar negeri untuk mendirikan fasilitas produksi dan pemasarannya. joint venture ini berbeda dengan exporting, karena joint venture mendirikan fasilitas tersebut seseorang atau perusahaan lain di luar negeri.


Ada empat jenis joint venture yang dapat dibedakan satu dengan lainnya, yaitu:
a) Licensing, perusahaan itu memberikan/menawarkan hak untuk melakukan proses produksi, menggunakan trade mark perusahaan, menggunakan hak paten, memanfaatkan rahasia tertentu dari perusahaan atau yang lainnya, bagi perusahaan di luar negeri dengan system pembayaran atau yang lainnya, bagi perusahaan di luar negeri dengan sistem pembayaran fee atau royality. Cara ini adalah cara yang paling tidak mengandung resiko dalam kegiatan bekerja sama dengan perusahaan lain di luar negeri.
b) Contract Manufacturing: sebagai ganti dari licensing, dimana perusahaan yang memberikan atau menawarkan haknya itu hanya kut dalam menangani masalah pemasaran di luar negeri saja.
c) Management Contracting: perusahaan di dalam negeri memasok menagement know how kepada perusahaan di luar yang bersedia menyediakan modal untuk keperluan kegiatan tertentu di negara yang bersangkutan. Jadi merupakan export kemampuan management kepada perusahaan lainnya yang memerlukan dan berani membayar sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh perusahaan pemasok management know how tersebut.
d) Joint Ownership Venture: kerja sama antara perusahaan negeri asal dengan perusahaan lokal di negara lain untuk mendirikan kegiatan usaha tertentu dengan sistem bagi hasil, pemilikan saham, maupun dalam pengendalian management.


Direct Invesment
Bentuk lain dari keterlibatan suatu perusahaan di pasar luar negeri adalah melakukan investasi langsung (direct invesment) dengan mendirikan fasilitas produksi dan pemasarannya di luar negeri. Direct Invesment dimaksudkan untuk dapat melakukan pengendalian penuh atas operasi perusahaan di luar negeri.
Disamping itu melalui direct invesment ini akan diperoleh beberapa keuntungan, antara lain yang menyangkut tenaga kerja murah, bahan baku yang relatif berlimpah dan murah, insentif yang ditawar oleh pemerintah bersangkutan, pengendalian keuntungan dsb.
Dalam pada itu perusahaan yang melakukan investasi langsung itu akan meningkat citra perusahaannya baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Perusahaan yang melakukan investasi langsung tersebut bisa terdiri dari perusahaan yang berbentuk multinasional, perusahaan yang berbentuk corporation maupun berbagai bentuk usaha yang bersifat global.
Dalam pemilihan memasuki pasar internasional ini diperlukan market intelegent, untuk memperkecil resiko usaha dan memperbesar keuntungan (maximaze profit) dan memperbesar penjualan (maximaze sale). Kelemahan dalam market intelligent, berarti kelemahan di bidang teknologi dan informasi serta manajemen usaha. Perubahan-perubahan perkembangan usaha dan perluasan usaha tergantung peguasaan market intelegent ini. Teknologi dan Homogenitas Preferensi.
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa ada satu kekuatan yang mendorong masyarakat dunia menuju ke satu masyarakat global, yaitu kekuatan teknologi. Teknologi dalam bangun prasarana transportasi dan komunikasi, telah mampu menerobos berbagai pelosok dunia menembus ke seluruh wilayah dunia. Sehingga seolah-olah tidak ada lagi yang mampu menghambat pengenalan berbagai barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tingkat dunia.
Perusahaan-perusahaan tingkat dunia (global corporation), telah mendorong, menyodorkan dan mengarahkan pada calon konsumennya berbagai produk barang dan jasa agar dipilih, dan lebih jauh mengarahkan agar dunia memiliki preferensi yang cenderung homogen terutama pada pilihan barang-barang hasil produksinya.
Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah mendobrak isolasi wilayah, hampir setiap orang yang terjangkau oleh alat-alat komunikasi dan transportasi canggih tersebut menginginkan segala hal yang pernah didengar, dilihat maupun dialami lewat fasilitas teknologi tersebut dan mengarahkan keinginan dan harapan mereka. Kondisi ini telah mendorong ke arah masyarakat global dan pada akhirnya menyeragamkan pasar di mana-mana. Hasilnya realitas komersial baru, kebangkitan pasar-pasar dunia secara eksplosif bagi produk-produk standart dunia dan pasar dengan skala dunia (mobil, food industries coca cola, Mc. Donald, sepatu, dsb.)
Hal ini berarti berakhirnya dunia komersial multinasional yang berati mengakhiri riwayat perusahaan multinasional. Realitas yang baru adalah globalisasi pasar, yang bersamaan dengan itu bangkitnya perusahaan-perusahaan tingkat dunia.
Ada perbedaan prinsipil antara perusahaan multinasional dengan perusahaan dunia. Perusahaan multinasional umumnya baroperasi di sejumlah negara di mana di masing-masing negara menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berlaku sehingga memerlukan biaya yang relatif tinggi sesuai dengan kondisi sistem setempat. Sebaliknya, perusahaan tingkat dunia, beroperasi dengan pasti dan karenanya dengan biaya yang relatif murah seakan-akan seluruh dunia (atau sebagian besarnya) merupakan kesatuan yang kebanyakan identik; mereka melakukan dan menjual sesuatu yang sama dengan cara yang sama di mana-mana (Levitt’s, 1987).
Teori umum yang berlaku menyatakan bahwa jika biaya ditekan dan harga jual produk serendah mungkin serta meningkatkan mutu dan realibilitas dalam segala hal, maka dunia dan pelanggan tingkat dunia akan memilih produk generik standar dunia tersebut. Walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya perbedaan selera dan preferensi tersebut sama akibat pengembangan dan kemajuan teknologi serta wisata.
Globalisasi pasar yang sedang tumbuh didasarkan pada dua hal yang berkaitan dengan perilaku konsumen, yaitu; (1) kesediaan orang untuk mengorbankan preferensi spesifik dalam hal karakteristik, fungsi, rancangan serta yang lain-lainnya dari produk demi harga yang murah dan mutu yang tinggi; (2) homoginisasi keinginan dunia harga yang murah dipermudah oleh adanya skala ekonomis produksi, pengangkutan dan komunikasi yang memungkinkan terbentuknya pasar dunia yang pasif (Levitt’s, 1987).
Konsep Prof C. Wickham Skinner (1987) tentang keunggulan komperatif “pabrik terpusat,” menyatakan bahwa bukan skala ekonomis yang akan mendominasi, melainkan cakupan ekonomis, kemampuan dari pabrik besar maupun kecil untuk menghasilkan banyak macam produk yang disesuaikan dengan pasar dengan harga yang sangat luar biasa rendah. Jika hal ini terjadi maka para pelanggan tidak akan perlu mengorbankan preferensi khusus mereka. Preferensi ini dapat dipenuhi dengan harga yang sama rendahnya dibandingkan produk-produk standar, bahkan mungkin lebih murah, karena pabrik-pabrik yang baru dan fleksibel adalah lebih baru dan lebih efisien. Hal ini berarti pula bahwa ekonomi dari Revolusi Industri akan digantikan oleh ekonomi baru dari Revolusi Digital.
Dalam konsep tersebut lebih tergambar akan adanya perancangan dan pembuatan produk barang dan jasa yang dibantu oleh komputer, sehingga memungkinkan pabrik mempunyai fleksibelitas produk dengan cepat tanpa mengorbankan skala ekonomis untuk menghasilkan produk-produk standar. Perancangan dan pembuatan yang dibantu komputer tersebut disebut computer aided Desigh and Manufacturing = CAD/CAM), digabungkan dengan robot-robot, akan menciptakan peralatan dan teknologi proses baru yang disebut Equipment and Process Technology =EPT)
Melihat perkembangan-perkembangan produk dan pemasarannya tersebut, secara mendasar dapat dijelaskan kembali bahwa tujuan bisnis adalah mendapatkan dan mempertahankan pelanggan. Menurut Peter Drucker (1987), menciptakan dan mempertahankan pelanggan.
Bisnis dalam hal ini berusaha untuk melaksanakan inovasi secara konstruktif, berusaha mencari jalan untuk menawarkan produk yang lebih baik dan lebih disukai, dengan kombinasi cara, sarana, tempat dan harga yang sedemikian rupa sehingga membuat calon pelanggan sebagaian besar lebih suka untuk menyelenggarakan bisnis dengan perusahaan tersebut. Dalam hal ini preferensi terus dibentuk dan diperbaharui, membangun preferensi dunia menjadi kebersamaan yang homogen dengan menggunakan kemajuan teknologi. Dalam pembentukan dunia menjadi satu masyarakat yang homogen, ekspansi pasar modern dititik beratkan pada penekanan biaya tingkat dunia.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas ada dua faktor utama yang mampu mengendalikan pasar dunia, yaitu (1) faktor teknologi dan (2) faktor globalisasi.

Analisis Keunggulan Komparatif
Pada sekitar abad 19. perdagangan internasional yang bebas dihadapkan pada persoalan berbagai pajak dan larangan untuk mengekspor dan mengimpor dari dalam dan luar negeri. pajak impor seringkali dilakukan sebagai suatu cara untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi penduduk negara tertentu. Demikian pula halnya impor dianggap jelek sebab harus dibayar, dan kemungkinan menyebabkan negara kehilangan mata uang logam yang mengalir pada orang-orang asing apabila mengimpor sejumlah barang. Selain itu impor dikwatirkan pada saat perang tidak akan tersedia, artinya terlalu menggantungkan diri pada negara lain.
David Ricardo mencoba menjelaskan kasus perdagangan ekspor impor tersebut dengan menghindari asumsi-asumsi yang lebih bersifat restriktif. Ricardo yang memberikan contoh dengan angka-angka yang menggambarkan bagaimana suatu negara mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional, meskipun sampai dengan negara tersebut tidak memiliki keunggulan apapun terhadap negara-negara lainnya. Ada dua contoh yang dikemukakan oleh David Ricardo, yaitu (1) kasus keunggulan absolut dan (2) kasus keunggulan komperatif.
Dalam kasus Keunggulan absolut, dijelaskan oleh Ricardo sebagai berikut (dikutip dari Kindelberger, 1986).
Di Amerika Serikat, satu unit masukan dapat menghasilkan lima puluh karung gandum atau 25 yard kain atau kombinasi dari keduanya. Di bagian lain dunia, satu unit masukan dapat menghasilkan 40 karung gandum atau 100 yard kain kombinasi diantara jumlah tersebut.
Apabila perdagangan internasional tidak ada maka masing-masing negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri. Misalnya, Amerika Serikat dapat menyediakan bagi dirinya sendiri 50 karung gandum tetapi tidak dapat menyediakan bahan pakaian, atau dapat menyedikan 25 yard bahan pakaian atau kombinasi diantaranya, seperti 20 karung gandum dan 15 meter bahan pakaian pada titik SO. Di manakah titik swasembada bagi Amerika Serikat untuk menyediakan dan mencukupi konsumsi bagi dirinya? Smith dan Ricardo tidak dapat menjawab hal tersebut secara tepat. Kita pun demikian, apabila kita tidak mengetahui selera yang mendasari perilaku permintaan suatu negara. Katakanlah misalnya, pola di Amerika Serikat adalah sedemikian rupa sehingga lebih menyukai konsumsi pada titik SO daripada titik lainnya pada garis tersebut. Demikian pula halnya apabila negara-negara lain di dunia memilih untuk mengkosumsi 12 karung gandum dan 70 yard bahan pakaian.
Tanpa perdagangan internasional, harga gandum dan bahan pakaian akan berbeda antar kedua “negara” (Amerika Serikat dan bagian lain dunia). Andaikata kedua barang tersebut ditawarkan secara bersaing, maka biaya relatif masing-masing barang akan menentukan harga relatifnya. Satu karung gandum akan bernilai ½ yard bahan pakaian di Amerika Serikat. Atau dengan kata lain, dinyatakan dengan rasio barang secara terbalik. Satu yard pakaian mempunyai harga sama dengan 2 karung gandum. Apabila rasio harga lainnya yang berlaku maka akan ada orang yang akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan mengalihkan sumberdaya. Sebagai contoh, rasio harga satu karung = satu kain hanya akan bertahan sementara saja tanpa perdagangan, karena begitu orang-orang segera menemukan bahwa mereka dapat mengalihkan sumberdaya untuk memproduksi bahan pakaian dan memproduksi dua karung gandum bagi setiap yard bahan pakaian maka mereka akan berhenti memproduksi dengan masukan yang sama. Dengan alasan yang sama, apabila tanpa perdagangan rasio harga luar negeri akan bergeser kearah rasio biaya antara gandum dan bahan pakaian, yaitu 2,5 (=100/40) yard bagi setiap karung.
Untuk melihat manfaat perdagangan, dapat dibayangkan bahwa kesempatan untuk melakukan perdagangan secara internasional terbuka. Dengan dibukanya perdagangan tersebut maka orang akan mengetahui adanya perbedaan harga: di Amerika Serikat orang akan menjual gandum dengan harga sangat murah, yaitu hanya ½ yard bahan pakaian untuk 1 karung gandum. Sementara harga gadum di negara lain, 1 karung gandum di jual seharga 2 ½ yard bahan pakaian. Apabila biaya transport rendah (katakanlah biaya transport tersebut sama dengan nol), orang akan melihat kesempatan untuk membayar hanya dengan ½ yard bahan pakaian bagi setiap karung gandum dan mengapalkan berkarung-karung gandum ke negara lain dan menjual gandum tersebut seharga 2 ½ yard bahan pakaian. Apakah perdagangan tersebut akan terpusat pada satu orang itu saja atau tersebar pada pada lainnya secara bersaing dan mengapalkan itu sendiri, arah perdagangan jelas didorong oleh perbedaan ratio biaya ( cost ratios ). Karena gandum di Amerika Serikat relatif murah dan bahan pakaian di luar negeri relatif murah, Amerika Serikat akan mengekspor gandum dan akan mengimpor bahan pakaian.
Kisah manfaat perdagangan tersebut masih belum lengkap karena kita belum mengetahui bagaimana pola produksi dan konsumsi akan saling menyesuaikan sebagai anggapan terhadap perdagangan internasional. Kita juga tidak mengetahui beberapa hasil akhir ratio harga tersebut. Pada kenyataannya, contoh diatas tidak memberikan informasi yang cukup untuk menentukan hasil rasio harga internasional, yaitu “ratio harga perdagangan” (tern of trade) antara Amerika Serikat dan bagian dunia yang lain. Kita belum mengetahui ratio tersebut karena alasan yang sama yaitu ketidaktahuan kita tentang titik produksi dan konsumsi apabila tidak ada perdagangan; kita tidak mempunyai informasi apapun sisi permintaan, mengenai pola selera d Amerika Serikat dan di bagian dunia lainnya. Kurangnya informasi mengenai sisi permintaan itulah yang membuat Ricardo hanya dapat menyatakan bahwa perdagangan memberikan manfaat apabila rasio harga dunia adalah sekian dan sekian.
Meskipun demikian, kita bukannya tidak memiliki informasi sama sekali mengenai rasio harga internasional. Kita mengetahui bahwa rasio tersebut seharusnya terletak pada suatu tempat di antara setengah yard per karung dan dua setengah yard per karung. Untuk mengetahui apa sebabnya, andaikata Amerika Serikat diminta untuk mempertimbangkan rasio sebesar seperlima yard bahan pakaian bagi setiap karung gandum maka Amerika Serikat pasti tidak mengeksport gandumnya untuk ditukar dengan seperlima bahan pakaian. Karena Amerika Serikat dapat memperoleh seperlima meter bahan pakaian untuk setiap karung gandum di dalam negeri. pada kenyataannya pada tingkat harga seperlima yard per karung, Amerika Serikat mungkin menawarkan untuk mengekspor bahan pakaian. Akan tetapi, bagian dunia lainnya tidak akan bersedia menyerahkan lima karung gandum untuk mendapatkan satu yard bahan pakaian dari Amerika Serikat, karena ia dapat memperoleh sejumlah bahan pakaian yang sama dengan menukarkan dua perlima karung dalam perekonomiannya sendiri. Alasan yang sama menunjukan bahwa apabila harga diatas dua setengah meter per karung, maka baik Amerika Serikat maupun bagian lain dunia lebih suka untuk mengekspor gandum ke tempat lain dan mengimpor bahan pakaian. Keduanya tidak akan sepakat dalam hal siapa yang mengekspor bahan pakaian, kecuali jika harga ditetapkan antara setengah yard dan 2 1/2 yard per karung.
Manfaat konsumsi berasal dari dua perubahan yang didorong oleh kesempatan melakukan perdagangan, yaitu: (1) kesempatan untuk mengubah pola konsumsi; (2) faedah yang didapat dengan mengkhususkan diri dalam produksi.
Untuk melihat manfaat jenis pertama, misalkan pola permintaan dunia sedemikian rupa sehingga rasio harga internasional berada peringkat menengah, yaitu satu karung gandum untuk satu yard bahan pakaian. Manfaat jenis kedua, misalkan akan semakin diperbesar dengan mengkhususkan diri dalam produksi. Amerika Serikat seharusnya tidak meneruskan produksi dua puluh gandum dan lima belas yard untuk setiap unit masukan. Dalam contoh ini seharusnya Amerika Serikat berhenti sama sekali menghasilkan kain. Amerika Serikat dapat mengkhususkan diri dalam seluruhnya dalam produksi gandum dan menjual sebagai gandum untuk ditukar dengan kain.
Berdasakan hasil analisa tersebut, kesempatan untuk mengkhususkan dan berdagang pada rasio harga internasional satu yard per karung akan memungkinkan Amerika Serikat dan bagian lain dunia memperoleh manfaat dari perdagangan.
Dalam kasus keunggulan komperatif, Ricardo menunjukkan bahwa manfaat yang diperoleh dari perdagangan masih akan diterima oleh kedua belah pihak, bahwa apabila negara tertentu tidak memiliki keunggulan apapun. Selama rasio harga antar negara masih berbeda jika tidak ada perdagangan, setiap negara akan memiliki keunggulan komperatif, yaitu kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat diproduksi pada tingkat biaya ketidak unggulan relaitif yang lebih rendah (dimulai dari awal dibukanya perdagangan) daripada barang lainnya. Barang-barang inilah yang seharusnya diekspor untuk ditukar dengan harga barang lainnya. Ricardo mengungkapkan hukum keunggulan komperatif. Yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komperatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang lain. Misalkan andai kata sekarang di Amerika Serikat, satu unit masukan dapat menghasilkan lima puluh karung gandum atau dua puluh lima yard kain, atau kombinasi di antara keduanya seperti yang telah dikemukakan di atas. Sementara di bagian dunia lainnya satu unit masukan dapat menghasilkan enam puluh tujuh karung gandum atau seratus yard kain atau kombinasi diantara keduanya.
Untuk melihat manfaat yang diperoleh oleh kedua negara dari pertukaran gandum Amerika Serikat dengan bahan pakaian dari negara lain, agaknya akan lebih muda dengan melihat kembali sekilas kasus keunggulan absolut, dengan mengamati bahwa manfaat perdagangan tidak tergantung kemampuan Amerika Serikat untuk menghasilkan gandum banyak daripada bagian lain di dunia. Perolehan manfaat tidak berasal dari keunggulan absolut tetapi dari adanya suatu kenyataan yang sederhana yaitu rasio biaya tanpa perdagangan.
Di bukanya perdagangan berarti membuka kesempatan baru walaupun Amerika Serikat memproduksi kedua barang dengan biaya yang lebih mahal. Dengan adanya perdagangan maka orang akan melihat bahwa 1 karung gandum dapat dibeli di Amerika Serikat hanya dengan satu setengah yard kain dan kemudian di kapalkan serta dijual di luar negeri dengan satu setengah yard kain (11/2 = 100/67). Dengan demikian gandum akan mulai mengalir dari Amerika Serikat dan ditukar dengan bahan pakaian negara lainnya tanpa memperhatikan berapa jumlah masukan yang dipakai untuk menghasilkan barang-barang tersebut di masing-masing negara.
Segera setelah adanya perluasan perdagangan, rasio harga kedua cenderung menjadi seimbang. Tambahan pula, kita mengetahui bahwa perdaganagan akan menguntungkan kedua belah pihak apabila rasio harga internasional yang terletak antara rasio harga Amerika Serikat tanpa perdagangan (11/2 yard per karung) dan tanpa perdagangan dari bagian lain di dunia (1/2 yard per karung). Seperti halnya dengan kasus keunggulan absolut, perdagangan tersebut akan mengarahkan masing-masing pihak untuk menspesialisasikan diri secara menyeluruh untuk mencapai kemungkinan konsumsi tertinggi; Amerika Serikat akan mengkhususkan diri dalam memproduksi gandum, dan bagian dunia yang lain akan mengkhususkan diri dalam produksi bahan pakaian. Apabila rasio harga internasional menjadi 1 yard per karung maka perdagangan di kedua belah pihak akan terjadi, yaitu Amerika Serikat mengekspor 20 karung gandum ditukar dengan 20 yard bahan pakaian buatan luar negeri. manfaat dari adanya perdagangan adalah konsumsi ekstra yang tidak mungkin tersedia apabila tidak ada perdagangan.
Ricardo memberikan contoh yang sangat persuasive dengan menunjukan bahwa manfaat perdagangan yang sesuai dengan keunggulan komperatif juga dicapai apabila uang digunakan dalam transaksi internasional. Sebegitu jauh dalam contoh yang dikemukakan di atas dianggap bahwa gandum ditukar secara langsung dengan bahan pakaian. Hal tersebut tidak realistis karena negara-negara melaksanakan perdagangannya dengan menggunakan pasar valuta asing untuk membayar ekspor dan impornya.

Konsep Pasar Bebas
Konsep pasar bebas yang dipelopori oleh konsepsi liberal Ricardian-Smithian, didasarkan pada gagasan adanya kedaulatan pasar dalam proses ekonomi, dengan asumsi adanya persamaan kepentingan diantara manusia dan berbagai bangsa. Pada umumnya mereka berpandangan bahwa tidak tepat adanya pengendalian ekonomi domistik dan internasional yang berlebihan.
Persepektif liberal menyatakan bahwa cara paling efektif untuk meningkatkan kekayaan nasional adalah adanya kebebasan pertukaran antar individu dalam ekonomi domistik dan ekonomi internasional yang berlangsung secara bebas dan tidak terbatasi (pasar bebas).
Asumsinya adalah individu merupakan aktor utama dan berperilaku rasional, selain daripada itu selalu berusaha memaksimumkan keuntungan. Para individu dibebaskan untuk mengejar kepentingannya sendiri dalam suatu perdagangan dan/atau perekonomian yang didasarkan pada pembagian kerja pada struktur atau komposisi faktor-faktor produksinya sendiri.
Didasarkan pada pandangan ini para pelaku ekonomi akan dapat memutuskan apa yang akan diproduksi dan apa yang dijual berdasarkan pertimbangan keunggulan komperatif (comperative advantage). Apabila perekonomian setiap negara mengkhususkan pada kegiatan produksi unggulan barang-barang produk yang paling ekonomis, kemudian diekspor, dan selajutnya mengimpor barang-barang yang tidak dapat diproduksi secara ekonomis, maka akan timbul efisiensi perdagangan internasional. Hal itu berarti bahwa dalam hubungan perdagangan internasional tersebut bersifat saling menguntungkan.
Adanya kesamaan yang mendasar antara kepentingan nasional dengan kepentingan internasional dalam kepentingan pada pasar bebas, telah mendorong pemikiran untuk negara tidak melakukan campur tangan dalam transaksi ekonomi yang melintas batas kenegaraan. Pengelolaan ekonomi internasional sebaiknya tidak terlalu berbeda seperti halnya mengelola ekonomi negaranya sendiri (ekonomi domistik). Dalam pandangan ini ada pemisahan antara ekonomi dan politik. Peranan pemerintah terbatas pada pengelolaan pasar untuk menjamin bahwa semua perdagangan yang secara potensial menguntungkan dapat terlaksana. Itu berarti jika pasar berfungsi baik, tidak akan alasan untuk munculnya konflik politik.
Kelemahan pokok dari sistem pasar bebas ini antara lain, adanya transaksi ekonomi yang didasarkan gagasan ekonomi pasar hanya menguntungkan bagi yang lebih efisien. Hal itu menguntungkan yang lebih efisien (strongest) dan merugikan yang tidak efisien (weaknest). Sebagai contoh negara-negara berkembang ada tergantungan pada pasar eksternal yang pada umumnya didominasi oleh the strongest yang lebih maju dan lebih efisien. Efisiensi dalam arti ekonomis di dalam hal ini erat sekali kaitannya dengan teknologi padat modal yang sementara ini merupakan kelemahan pokok negara-negara berkembang.

Di Indonesia dalam bidang ekonomi internasional, sistem ekonomi yang berorientasi pasar seperti yang dicanangkan dalam deregulasi, sebaiknya tidak boleh menjurus pada sistem ekonomi yang ditandai dominasi pasar. Dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang, negara kebangsaan memegang peranan kuci sebagai kerangka pelindung kehidupan bangsa dan wahana jalur pengabdian bagi kepentingan rakyat, dalam hal ini campur tangan negara masih sangat diperlukan. Apabila menyerahkan proses ekonomi seluruhnya kepada kekuatan-kekuatan pasar (market forces). Artinya sama dengan menyerahkan ekonomi bangsa ini kapada pihak dan golongan yang karena kekuatan ekonominya dapat menguasai pasar.

Tatanan Ekonomi Glabal Yang Penuh Ketimpangan
Putaran Uruguay yang diselenggarakan oleh GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang diawali penyelenggaraannya di punta del Este dan diikuti pertemuan informal antar kepala pemerintahan di P. Blake yang merupakan batas akhir “Putaran Uruguay” diikuti dengan pertemuan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) di Jakarta pada bulan Nopember 1993, adalah merupakan kejadian-kejadian penting dalam diplomasi ekonomi glabal yang merupakan tatanan Ekonomi Glabal baru yang dicanangkan oleh masyarakat internasional.
Dalam “ Putaran Uruguay” tersebut, Arthur Dunkel, Direktur General GATT bermaksud untuk: “menata kembali aturan main hokum dan kelembagaan internasional yang mengatur bidang-bidang pertukaran barang, hak milik intelektual, investasi asing dan jasa demi memajukan kepentingan kapitalisme global dalam suatu masa transpormasi ekonomi yang menyeluruh akibat perkembangan cepat teknologi.”
Esensi restrukturisasi yang dicanangkan oleh GATT tersebut adalah pembebasan modal transnasional dari hambatan dan kewajiban melalui suatu sistem sanksi yang efektif.
Dari sudut pandang negara-negara selatan, rancangan ini merupakan upaya untuk melahirkan suatu tatanan baru yang mengharuskan rakyat negara-negara selatan menyerahkan kemerdekaan ekonomi mereka kepada lembaga-lembaga internasional, seperti halnya GATT, Internasional Monetery Funds, World Bank dsb. Demi kepentingan modal transnasional dengan dalih interpendensi dan pasar bebas. Hal itu berarti ekonomi nasional oleh usulan tersebut dijadikan sasaran globalisasi. Artinya, ekonomi nasional akan diletakkan dalam pengawasan internasional.
Ada beberapa issue yang dipergunakan oleh beberapa negara selatan sebagai akibat dari tatanan baru yang mengakibatkan semakin timpangnya antara negara kaya (utara) dan negara berkembang (selatan), antara lain: (1) Isue Trade Related Aspects Of Intelectual Property Rights (TRIPs), yang terutama dimaksudkan sebagai mekanisme efektif untuk mencegah alih teknologi (informatika, telekomunikasi, bioteknologi, dsb). Dalam hal lain TRIPs lebih berfungsi untuk mencapai tujuan proteksionisme teknologi; (2) Isue lainnya yang muncul adalah Cross-Retaliations, yang bermaksud untuk memberikan sanksi terhadap kemungkinan adanya pembajakan Software Computer misalnya, akan dibalas dengan prefernsi tarif. Dalam halnya ini berarti adanya usul mengenai sistem sanksi yang mengkaitkan semua bidang ekonomi sehingga bersifat cross retaliations.
GATT sebenarnya cenderung melakukan universialisasi dan pengesahan terhadap peraturan pemerintah Amerika Serikat yang disebut US Special 301 Provisions.
Situasi tersebut dirasakan tidak adil, sebab: (1) kepentingan ekonomi selatan terancam pembalasan; (2) aturan ini mengabaikan konsep kedaulatan ekonomi; (3) menentang banyak jalur yang dipakai negara selatan untuk meninggalkan keterbelakangannya.
Bahkan permintaan politik yang dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dari sudut pandang negara barat, utara, bisa dipakai sebagai alasan untuk mencabut kemudahan perdagangan sepeti halnya Generalized System of Preference (GSP). Sehingga pada akhirnya tuntutan solidaritas negara-negara selatan semakin lemah.
Berdasarkan tatanan ekonomi internasional yang baru diatur oleh GATT dengan alasan pengembangan pasar bebas tersebut, negara-negara selatan, negara-negara Asia Pasifik dsb. Mencoba untuk mengadakan suatu hubungan ekonomi-politik untuk mengatisipasi tatanan baru GATT yang dianggap banyak merugikan negara-negara berkembang tersebut. Dalam hal ini yang menjadikan paradoks adalah bahwa disatu fihak tatanan baru tersebut dianggap merugikan upaya negara berkembang untuk meninggalkan keterbelakangannya, namun dilain fihak sebagai salah satu anggota dari GATT tidak dapat menghidari untuk tidak committed terhadap tatanan baru yang dintrodusir tersebut. Oleh karena itu beberapa negara berkembang berusaha untuk membangun hubungan-hubungan ekonomi baru, antara lain: (1) Asia Pasific Economic Cooperation (utara-selatan); (2) Hubungan ekonomi politik di Asia Timur (termasuk Indonesia); (3) OPEC; (4) Gerakan Non Blok (pada dasarnya anggota negara-negara lemah); dan berbagai koordinasi ekonomi politik antar negara lainnya.
Sebagai salah satu contoh hubungan ekonomi-politik di Asia Timur yang dipimpin oleh Jepang, digambarkan bersifat hierakhis dan memiliki tiga ciri, yaitu: (1) ketergantungan teknologi; (2) ketimpangan pembagian kerja; (3) backward integration.
Secara keseluruhan pengertiannya adalah, secara defacto wilayah ini telah diinteregrasikan kedalam suatu sistem dimensi-dimensi pasar bebas, dimana Jepang sebagai intinya dan negara lain sebagai feri-feri. Wujudnya sebagai suatu hubungan ekonomi yang secara struktural timpang, terutama dalam produksi dan distribusi kekayaan.
Walaupun demikian Meteri Luar Negeri Jepang (saburo Okita) meng-gambarkan bahwa perhubungan ekonomi di Asia Timur sebagai proses tinggal landas: angsa terbang


Kesiapan dan Penyelesaian Indonesia Menghadapi Pasar Global
Putaran Uruguay sebagai putaran perundingan GATT yang kedelapan diakui sebagai perundingan multilateral bebas hambatan perdagangan. Gagasan dasar yang mendorong diluncurkannya putaran Uruguay tersebut, antara lain (1) adanya kencenderungan tindakan yang bersifat bilateral atau regional daripada multilateral; (2) adanya tindakan proteksi perdagangan global dalam bentuk non-tarif diskriminatif; (3) peraturan-peraturan dalam GATT yang sifatnya lemah dan kurang luwes terhadap perubahan pola perdagangan yang pesat (bidang jasa, hak cipta); (4) perubahan kekuatan ekonomi negara peserta GATT.
Sejak Januari 1995, untuk pertama kalinya bidang pertanian termasuk di dalam displin GATT, Indonesia sebagai salah satu penandatanganan putaran Uruguay, mau tidak mau harus mematuhi komitmen dalam GATT tersebut. Hal itu berarti bahwa produk-produk Indonesia harus bersaing dipasar global dengan pemasok-pemasok negara lain. Selain daripada itu produk komiditi pertanian tersebut juga harus mampu menjadi tuan rumah di pasar domistik yang bersaing dengan produk impor. Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut maka Indonesia harus memfokuskan kepada komoditi-komoditi andalan yang dapat memproduksi dengan murah, berkualitas dan memenuhi standar internasional maupun domistik (komoditi yang mempunyai keunggulan komperatif). Dalam bidang ekonomi, Indonesia dalam penataan industri nasional diusahakan pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang didukung oleh kemampuan teknologi yang semakin meningkat, peningkatan ketangguhan pertanian, pemantaban sistem kelembagaan koperasi, penyempurnaan pola perdagangan, jasa dan sistem distribusi dan pemanfaatan secara optimal dan tepat guna faktor produksi dan sumberdaya ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai prasyarat terbentuknya masyarakat industri yang mampu bersaing di pasar global.

Peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu dan produktivitas sangat dibutuhkan karena perdagangan dunia berorientasi pada pasar. Oleh karena itu produsen selalu harus bersedia untuk melakukan penyesuaian dengan persaingan pasar. Untuk itu ketepatan terhadap waktu, mutu, ukuran, jenis, jumlah, lokasi dan kerja sangat diperlukan dalam ”perang pasar”. Sementara itu keadaan mutu produk pertanian Indonesia masih belum memberikan kontribusi dalam keunggulan baik komperatif maupun kompetitif. Hal ini dapat dibuktikan dari kenyataan banyaknya produk-produk pertanian yang terkena penahanan dalam perdagangan internasional dan telah banyak membawa dampak negatif baik secara ekonomi maupun reputasi Indonesia di pasar global. Sebagai contoh data tahun 1992/1993 dari departemen perdagangan menunjukkan adanya kasus penolakan terhadap komoditi pertanian yang masuk Amerika, misalnya: 16 kasus penolakan komoditi perkebunan, 12 kasus komoditi tanaman hortikultura, 7 kasus komoditas perikanan dan 1 kasus peternakan. Sebagai alasannya adalah terdapatnya kotoran serangga, kapang dan cemaran mikrobiologis khususnya bakteri penyakit.
Keseluruhan informasi tersebut mengharuskan Indonesia mulai kerja keras unutk meningkatkan mutu produk pertaniannya jika tidak ingin ditolak dalam pasar global. Dalam upaya meningkatkan produktifitas dan mutu tersebut sudah barang tentu sangat berkaitan erat sekali dengan sumberdaya manusia, total quality management, teknologi yang didukung kemampuan dan kreatifitas yang tinggi yang selalu berorientasi pada pasar global.
Perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay-GATT dibidang pertanian menghasilkan 4 pokok kesepakatan, yaitu: (1) persetujuan akses pasar; (2) persetujuan subsidi domestik; (3) persetujuan subsidi ekspor dan (4) persetujuan sanitasi dan kesehatan. Tujuan reformasi ini adalah meningkatkan praktek dagang yang berorientasi pasar dalam perdagangan hasil pertanian. Perundingan Putaran Uruguay juga menyepakati aturan bagi perdagangan di bidang pertanian yang lebih diperketat guna meningkatkan predibilitas dan stabilitas baik bagi negara pengimpor maupun negara pengekspor melalui pembatasan penerapan subsidi dan peningkatan tarif.
komitmen utama dalam upaya menuju liberalisasi perdagangan sektor pertanian adalah penurunan tarif termasuk tarif hasil tarifikasi dan pengurangan subsidi domistik. Penurunan tarif akan mengakibatkan harga produk yang ini berarti meningkatkan permintaan. Oleh karena itu hasil liberalisasi secara global akan diperoleh oleh negara ekspotir komiditi pertanian bersih, sedangkan kerugian akan diderita oleh importir bersih.
Untuk Indonesia implikasinya adalah kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan peluang akses pasar yang lebih terbuka untuk produk pertanian (teh, kopi, coklat dan minyak nabati misalnya). Selain daripada itu Indonesia juga perlu memikirkan produk unggulan lainnya yang akan menghasilkan devisa sekaligus memperbaiki pendapatan petani (misalnya sayur-sayuran, buah-buahan dan produk agroindustri lainnya). Apabila Indonesia mampu menurunkan proteksi di sektor pertanian yang masih berlaku sampai dewasa ini berarti peningkatan persaingan untuk produsen dan petani di dalam negeri selain akan menurunkan harga ditingkat konsumen (misalnya industri yang menggunakan bahan baku produk pertanian, susu, gandum, gula dan terigu).
Upaya mendukung semua itu mungkin akan lebih dapat dikembangkan apabila Research and Development cukup kuat.










REFERENSI
Drucker, Peter F, 1987, Innovation and Etrepreneurship, Harper dan Row, New York.
Keegan, Warren. J dan Mark C. Green, 2003, Global Marketing, Prentice Hall.
Levitt’s. Theodore, 1987, Marketing Myopia, Havard Business Press.
Naisbitt, John dan Patricia aburdene, 1990, The New Directions For The 1990’s Megatrends 2000, Megatrends, Ltd.
Ries, Al dan Jack Trout, Marketing Warfare, McGraw-Hill.

No comments: