kecemasan adalah ketidak mampuan individu dalam mengendalikan emosi dan perasan antara ketakutan dan kekhawatiran (Hyun, 1999) yang kuat serta meluap-luap (Chaplin,2006 ) dan kegelisahan yang irasional (Mcloone,2006), sedang derajatnya masing-masing individu berbeda-beda (Mc donald,2001;Supon, 2004). Freud juga berpendapat bahwa kecemasan merupakan pengalaman subyektif individu mengenai ketegangan-ketegangan, kesulitan-kesulitan dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau ancaman (Basuki, 1987; Hanum, 2002) Gejala umum dari kecemasan yaitu kegelisahan, kelelahan berpikir, kesulitan berkosentrasi, mudah tersinggung, tegang,mual, atau gangguan tidur . Gangguan kecemasan juga sering melibatkan gejala somatic (Mcloone, 2006) antara lain keluar keringat dingin, sulit bernafas, ganguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah meninggi dan (Baihaqi, 2007), gemetar, sesak nafas, nyeri di dada, merasa pusing, pingsan, ketegangan otot (R. Yates, 2009), buang air besar (L. Lichstein, 1988), getaran anggota tubuh dan aktivitas berlebihan dari system otonomik Ramaiah (2006).
Kecemasan didefinisikan sebagai konsep yang terdiri atas dua dimensi utama, yaitu kekhawatiran (worry) dan emosionalitas (emotionally).Dimensi emosi merujuk pada reaksi fisiologis dari system saraf otonomik yang timbul akibat rangsangan atau perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk yang dirasakan individu ketika menghadapi situasi yang kurang menyenangkan (Hidayah, 2004). Dimensi kekhawatiran merupakan aspek kognitip dari kecemasan yang di alami, berupa pikiran negative tentang diri dan lingkungannya dan perasaan negative terhadap kemungkinan kegagalan yang akan dihadapinya beserta konsekuensinya (Fiedman, 1997). Kekhawatiran adalah gambaran proses kognitif antisipatif yang dapat dipicu oleh pikiran yang berhubungan dengan kejadian realitis atau tidak realitis (Brown, 2006), berupa pikiran negatif tentang diri dan lingkungannya dan perasaan negatif terhadap kemungkinan kegagalan (Hidayah, 2004).
Kecemasan seringkali berkembang selama jangka waktu panjang dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Jersild (dalam Trismiati, 2004) menyatakan bahwa ada dua tingkatan kecemasan. Pertama, kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih menyadari konflik-konflik dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua, kecemasan neurotik, ketika individu tidak menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat menjadi bentuk pertahanan diri.
Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:
1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Berkaitan dengan sebab-sebab kecemasan, Freud (dalam Arndt, 1974; Trismiati, 2004) mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Freud berpendapat bahwa sumber ancaman terhadap ego tersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dari id dan tuntutan-tuntutan dari superego.
Freud (Hall dan Lindzay, 1995 ; Trismiati, 2004) menyatakan bahwa ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini sering menimbulkan tegangan berat pada ego dan menyebabkan timbulnya kecemasan.